1. Jelaskan asal mula Hukum Perdata di Indonesia !
Jawaban
:
Hukum
Perdata di Indonesia berasal dari bahasa Belanda, Burgerlijk Wetboek (BW).
Hukum perdata di Indonesia yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer) ialah Hukum Perdata yang tertulis dan sudah dikodifikasikan
pada tanggal 1 Mei 1848.
Jawaban
:
Ketentuan
yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam
masyarakat.
Jawaban
:
Terbagi
dalam 4 kitab/ buku (boeken), masing-masing buku itu dibagi dalam bab (titel),
masing-masing bab dibagi dalam bagian (afdeeling) dan masing-masing bagian
dalam pasal-pasal (pasal yang terakhir ialah pasal 1993). KUHPer terdiri atas
empat buku, yaitu:
- Buku I, yang berjudul Perihal Orang (van Personen), yang memuat Hukum Perorangan (Personen Recht) dan Hukum Kekeluargaan (Familie Recht).
- Buku II, yang berjudul Perihal Benda (van Zaken), yang memuat Hukum Benda (Zaken Recht) dan Hukum Waris (erfrecht).
- Buku III, yang berjudul Perihal Perikatan (van Verbinten nissen), yang memuat Hukum Harta Kekayaan (Vermogen Srecht) yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku bagi orang-orang/ pihak-pihak tertentu.
- Buku IV, yang berjudul Perihal Pembuktian dan Kadaluwarsa atau Lewat Waktu (van Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
4. Jelaskan perbedaan Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana !
Jawaban
:
Perbedaan
|
Hukum Acara Perdata
|
Hukum Acara Pidana
|
1.
Mengadili
|
Mengatur
cara-cara mengadili perkara-perkara di muka pengadilan perdata oleh hakim
perdata.
|
Mengatur
cara-cara mengadili perkara-perkara di muka pengadilan pidana oleh hakim
pidana.
|
2.
Pelaksanaan
|
Inisiatif
datang dari pihak yang berkepentingan yang dirugikan.
|
Inisiatif
datang dari Penuntut Umum (Jaksa).
|
3.
Penuntutan
|
Yang
menuntut si tergugat adalah yang dirugikan. Penggugat berhadapan dengan
tergugat. Jadi tidak terdapat penuntut umum atau jaksa.
|
Ada
4 alat bukti (kecuali sumpah). Dakwa Jaksa sebagai penuntut umum yang
mewakili negara berhadapan dengan si terdakwa. Jadi disini terdapat seorang
jaksa.
|
4.
Alat-alat
Bukti
|
Sumpah
merupakan alat pembuktian (terdapat 5 kali alat bukti, yaitu: tulisan, saksi,
persangkaan, pengakuan, dan sumpah).
|
Ada
4 alat bukti (kecuali sumpah).
|
5.
Penarikan
Kembali Suatu Perkara
|
Sebelum
ada putusan hakim, pihak-pihak yang bersangkutan boleh menarik kembali
perkaranya.
|
Tidak
dapat ditarik kembali.
|
6.
Kedudukan
para Pihak
|
Pihak-pihak
mempunyai kedudukan yang sama. Hakim hanya bertindak sebagai wasit dan
bersifat pasif.
|
Jaksa
kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa. Hakim juga turut aktif.
|
7.
Dasar
Keputusan Hakim
|
Keputusan
hakim itu cukup dengan mendasarkan diri kepada kebenaran formal saja (akta
tertulis dll).
|
Putusan
hakim harus mencari kebenaran material (menurut keyakinan, perasaan keadilan
hakim sendiri).
|
8.
Macamnya
Hukuman
|
Tergugat
yang terbukti kesalahannya dihukum denda, atau hukuman kurungan sebagai
pengganti denda.
|
Terdakwa
yang terbukti kesalahannya dipidana mati, penjara, kurungan atau denda,
mungkin ditambah denganpidana tambahan, seperti; dicabut hak-hak
tertentu,dll.
|
9.
Bandingan
(pemeriksaan tingkat banding)
|
Dari
Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi disebut Appel.
|
Dari
Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi disebut Revisi.
|
5. Jelaskan
apa yang dimaksud Hukum Perdata Materil dan Hukum Perdata Formil !
Jawaban
:
- Hukum Perdata Materil : Ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
- Hukum Perdata Formil : Disebut juga Hukum Acara Perdata (KUHAPer). Hukum yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan hukum perdata materil atau bagaimana caranya melaksanakan tuntutan hak.
Jawaban
:
Seperangkat
peraturan hukum yang mengatur tentang subjek hukum/ orang pribadi. Hukum
Pribadi mengatur manusia sebagai subjek hukum (manusia dan badan hukum) serta
mengatur kecakapan dalam memiliki hak dan tanggung jawab terhadap tindakannya.
Jawaban
:
Hukum
Kekeluargaan memuat ranngkaian peraturan hukum yang timbul dari pergaulan hidup
kekeluargaan. Termasuk Hukum Keluarga, antara lain:
- Kekuasaan Orang Tua
- Perwalian (Voogdij)
- Pengampuan (Curatele)
- Anak-anak sah (Wettig kind) dan Anak-anak luar nikah (juga disebut anak alam)
Jawaban
:
- Subjek Hukum ialah siapa yang dapat mempunya hak dan cakap untuk bertindak di dalam hukum, atau dengan kata lain siapa yang cakap menurut hukum untuk mempunyai hak. Yang menjadi subjek hukum ialah orang atau individu/ persoon dan setiap badan hukum.
- Objek Hukum ialah sesuatu yang tidak mempunyai hak dan tidak menjadi pihak menurut hukum dan semata-mata hanya diobjekkan atau berguna bagi para subjek hukum. Yang menjadi objek hukum itu ialah benda atau barang.
Jawaban
:
Manusia
pribadi atau natuurlijke persoon sebagai subjek hukum mempunyai hak dan mampu
menjalankan haknya dijamin oleh hukum yang berlaku. Manusia sebagai subjek
hukum itu diatur secara luas pada Buku I tentang orang (van Personen) KUHPer,
Undang-Undang Kewarganegaraan, Undang-Undang Orang asing dan beberapa
perundang-undangan lainnya.
Jawaban
:
Pada
pasal 2 KUHPer menegaskan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang
perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan bila kepentingan si anak
menghendakinya, dan apabila si anak itu mati sewaktu dilahirkan, dianggap ia
tidak pernah ada.
Jawaban
:
Pengecualian
diadakan oleh Pasal 2 KUHPer, yaitu:
- Anak yang ada dalam kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan anak menghendaki.
- Apabila anak meninggal pada saat dilahirkan atau sebelumnya maka dianggap tidak pernah ada.
Jawaban :
Pada pasal 1330 KUHPer dikemukakan tentang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, ialah:
- Orang yang belum dewasa;
- Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele);
- Orang wanita yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai istri (telah dicabut UU No.1 Tahun 1974).
Jawaban
:
Menurut
Pasal 1330 KUHPer seorang istri adalah tidak cakap untuk membuat perjanjian
dengan alasan dalam perumpamaan bahwa keluarga itu seperti sebuah kapal yang
perlu pimpinan yang memimpin cukup seorang nahkoda sebagai kepala; maka dalam
keluarga terlihat bahwa sang suami adalah kepala kkeluarga sedangkan istri
berada dibawah suami sehingga istri menjadi tidak cakap hukum dan setiap
perjanjian yang dibuat oleh istri harus mendapat izin dari suaminya, kecuali
untuk keperluan rumah tangga dan keperluan sehari-hari yang oleh hukum dianggap
telah mendapat izin dari suaminya. Hal ini terlihat pula pada pasal 105, 106,
108, 109 dan 110 KUHPer dan ketentuan ini merupakan Hukum Barat yang pada
asasnya dianut di Eropa Kontinental.
Di
Indonesia, denga surat edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, ketentuan Pasal
108 KUHPer (istri dalam melakukan tindakan hukum terlebih dahulu harus meminta
izin suaminya) dianggap tidak berlaku lagi.
Menurut pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (Undang-Undang Perkawinan) dikemukakan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan-pergaulan hidup bersama dalam masyarakat; dan masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum.
Dalam
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dikemukakan pula adanya pembagian tugas antara
suami dengan istri, yaitu bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri adalah
ibu rumah tangga.
14. Apakah yang disebut dengan manusia dan badan hukum menurut KUHPer di Indonesia !
Jawaban
:
- Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) ialah mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Hukum Perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak ia belum lahir dan masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia. Hal itu diatur dalam KUHPer Pasal 2 Ayat 1.
- Badan hukum atau perkumpulan tersebut dinamakan Badan Hukum (Rechtperson), yang berati orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Yang dimaksud dengan badan hukum adalah misalnya: negara, provinsi, kabupaten, Perseroan Terbatas, koperasi, yayasan (Stichting), wakaf, gereja, dll.
15. Jelaskan apakah domisili dan apa perlunya !
Jawaban :
Domisili ialah tempat kediaman seseorang berada di tempat di mana ia sungguh-sungguh berada.
Pentingnya
domisili ialah dalam hal :
a. Di
mana seseorang harus menikah;b. Dimana seseorang harus dipanggil oleh Pengadilan;
c. Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang, dan sebagainya.
16. Jelaskan hubungan Pasal 2 KUHPer dengan beberapa pasal lain di KUHPer !
Jawaban
:
Kita hubungkan berlakunya fiksi, bahwa anak dalam kandungan dianggap ada walau belum lahir, dari Pasal 2 KUHPer itu dengan Pasal 836 KUHPer tentang waris dan Pasal 1679 KUHPer tentang hibah.
Bunyi Pasal 836 KUHPer sbb:
“Dengan mengingat akan ketentuan dalam Pasal
2 KUHPer ini, supaya dapat bertindak sebagai waris, seorang harus telah lahir
pada saat warisan jatuh meluang”.
Bunyi Pasal 1679 KUHPer sbb:
“Agar supaya seorang cakap untuk menikmati
keuntungan dari suatu hibah, diperlukan bahwa penerima hibah itu sudah lahir
pada saat terjadinya penghibahan, dengan mengindahkan aturan yang tercantum
dalam Pasal 2”.
Dari
uraian tersebut diatas terlihat bahwa oleh Pasal 2 KUHPer suatu fiksi yang
berhubungan pula dengan pasal lainnya.
17. Apa yang dimaksud perpisahan meja dan tempat tidur ?
Jawaban
:
Perpisahan meja dan tempat tidur adalah perpisahan antara suami dan istri yang tidak mengakhiri pernikahan. Akibat yang terpenting adalah meniadakan kewajiban bagi suami istri untuk tinggal bersama, walaupun akibatnya dibidang hukum harta benda adalah sama dengan perceraian. Perpisahan meja dan tempat tidur ini oleh Vollmar disebut separation de corps atau perpisahan tubuh (Pasal 262 KUHPer).
18. Jelaskan apa saja asas-asas perkawinan !
Jawaban
:
Dalam
Undang-Undang ini ditentukan prinsip-prinsip atau asas-asas mengenai perkawinan
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang telah disesuaikan
dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Asas-asas atau prinsip-prinsip yang
tercantum dalam Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
Tujuan
Perkawinan
Adalah membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar
masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai
kesejahteraan spiritual dan material.
Sahnya
Perkawinan
Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa suatu
perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu; dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat
menurut peraturan perundangan yang
berlaku.
Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama
halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,
misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan,
suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.
Asas
Monogami
Undang-Undang ini menganut asas monogami;
hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari
yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari
seorang. Namun demikian, perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang
istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya
dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan
oleh Pengadilan.
Prinsip
Perkawinan
Undang-undang ini menganut prinsip bahwa
calon suami istri harus telah masak jiawa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir
pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.
Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan
antara calon suami istri yang masih dibawah umur. Disamping itu, perkawinan
mempunyai hubungan dengan masalaha kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang
lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang
lebih tinggi. Berhubungan dengan itu, Undang-undang ini menentukan batas umur
utnuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita, yaitu 19 (sembilan belas) tahun
bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita.
Mempersukar terjadinya perceraian
Karena tujuan perkawinan untuk membentuk
keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut
prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian
harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan didepan sidang
pengadilan.
Hak dan kedudukan istri
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang
dengan hakk dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam
pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga
dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.
Jaminan Kepastian HukumUntuk menjamin kepastian hukum, perkawinan berikut segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang ini berlaku, yang dijalankan menurut hukum yang telah ada adalah sah. Demikian pula apabila mengenai sesuatu hal Undnag-Undang ini tidak mengatur, dengan sendirinya berlaku ketentuan yang ada.
19. Apa
yang dimaksud asas Monogami dalam perkawinan ?
Jawaban :
Jawaban :
Pada
asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
istri. Seorang wanita hanya boleh mempunya seorang suami (Pasal 3 ayat 1). Dari
ketentuan ini jelaslah bahwa Undang-Undang Perkawinan ini menganut asas
monogami; namun dalam pasal 3 ayat 2 UUP ditegaskan bahwa pengadilan dapat
memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
No comments:
Post a Comment